06 Julai 2009

adab membaca Al-Quran




Al-Quran sebagai kitab suci, wahyu Ilahi, mempunyai adab tersendiri bagi orang orang yang membacanya. Adab itu sudah diatur dengan sangat baik, untuk penghormatan dan keagungan Al-Quran tiap-tiap orang harus berpedoman kepadanya dalam mengerjakannya.

Imam Al-Ghazali di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menguraikan dengan sejelas jelasnya bagaimana hendaknya tata-cara membaca Al-Quran, Imam Al-Ghazali telah membagi adab membaca Al-Quran menjadi adab yang mengenai batin, dan adab membaca Al-Quran menjadi adab yang mengenai lahir. Adab yang mengenal batin itu, diperincikan lagi menjadi erti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimah ALLAH, menghadirkan hati di kala membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa.

Dengan demikian, kandungan Al-quran yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati sanubarinya. Kesemuanya ini adalah adab yang berhubungan dengan batin, iaitu hati dan jiwa. Sebagai contoh Imam Al-Ghazali menjelaskan, bagaimana cara hati membesarkan kalimat ALLAH, iaitu bagii pembaca Al-Quran ketika dia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus menghadirkan dalam hatinya, betapa kebesaran ALLAH yang mempunyai kalimat-kalimat itu. Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang dibacanya itu bukanlah kalam manusia, tapi adalah kalam ALLAH Azza wa Jalla.
Membesarkan kalam ALLAH itu, bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisan Al-Quran itu sendiri. Sebagaimana yang diriwayatkan, ‘ikrimah bin Abi Jahl, sangat gusar hatinya bila melihat lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Quran berserak-serak seolah olah tersia-sia,lalu ia memungutnya selembar demi selembar, sambil berkata:” ini adalah kalam Tuhanku! Ini adalah kalam Tuhanku, membesarkan kalam ALLAH bererti membesarkan ALLAH.

Adapun mengenai adab lahir dalam membaca Al-Quran, selain didapati di dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, juga banyak terdapat di dalam kitab-kitab lainnya. Misalnya dalam kitab Al Itqan oleh Al Imam Jalaluddin As Suyuthi, tentang adab membaca Al-Quran itu diperincinya sampai menjadi beberapa bagian.

Di antara adab membaca Al Quran yang terpenting ialah:

1.Disunatkan membaca Al-Quran sesudah berwudhu, dalam keadaan bersih, sebab yang dibaca adalah wahyu Allah. Kemudian mengambil Al-Quran hendaknya dengan tangan kanan, sebaiknya memegangnya dengan kedua belah tangan.

2.Disunatkan membaca Al-Quran di tempat bersih, seperti di rumah, di surau, di mushalla dan di tempat tempat yang dianggap bersih. Tapi yang paling utama ialah di Masjid.
Disunatkan membaca Al-Quran menghadap ke Qiblat, membacanya dengan khusyu’ dan tenang; sebaiknya dengan berpakaian yang pantas.

3.Ketika membaca Al-Quran, mulut hendaknya bersih, tidak berisi makanan, sebaiknya sebelum membaca Al-Quran mulut dan gigi dibersihkan lebih dahulu.

4.Sebelum membaca Al-Quran, disunatkan membaca ta’awwudz, yang berbunyi: a’udzubillahi minasy syaithanirrajim. Sesudah itu barulah dibaca Bismillahirrahmanir rahim. Maksudnya, diminta lebih dahulu perlindungan ALLAH, supaya terjauh dari pengaruh tipu daya syaitan, sehingga hati dan fikiran tetap di waktu membaca membaca Al-Quran, terjauh dari gangguan atau godaan. Biasanya juga sebelum atau sesudah ta’awwudz itu, berdoa dengan maksud memohon kepada ALLAH supaya hati menjadi tenang. Doa itu, berbunyi seperti berikut:
Ertinya: Ya ALLAH, bukakanlah kiranya kepada kami hikmat-Mu dan taburkanlah kepada kami rahnat dari khazanah-Mu, yaALLAH Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.

5.Disunatkan membaca Al Quran dengan tartil, iaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan tenang, sesuai dengan firman ALLAH dalam surah (73) Al Muzzammil ayat 4: Ertinya:”………..Dan bacalah Al-Quran itu dengan tartil!” Membaca dengan tartil itu lebih banyak memberi bekas dan mempengaruhi jiwa serta lebih mendatangkan ketenangan batin dan rasa hormat kepada Al Quran.

Telah berkata Ibnu Abbas r.a:”Aku lebih suka membaca surah Al Baqarah dan Ali ‘Imran dengan tartil, daripada kubaca seluruh Al Quran dengan cara terburu-buru dan cepat cepat.”

Bagi orang yang sudah mengerti erti dan maksud ayat-ayat Al Quran, disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang hendak dibacanya itu dan maksudnya. Cara pembacaan seperti ini lah yang dikehendaki, iaitu lidahnya bergerak membaca, hatinya turut memperhatikan dan memikirkan erti dan maksud yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya, iaitu membaca Al-Quran serta mendalami isi yang terkandung di dalamnya. Hal itu akan mendorongnya untuk mengamalkan isi Al-Quran itu. Firman ALLAH dalam surah (4) An Nissa’ ayat 82 berbunyi sebagai berikut,ertinya:
“Apakah mereka tidak memperhatikan (isi) Al Quran?....”
bila membaca Al Quran yang selalu disertai perhatian dan pemikiran erti dan maksudnya, maka dapat dilakukan ketentuan-ketentuan terhadap ayat-ayat yang dibacanya. Umpamanya: bila membaca sampai ayat tasbih, maka dibacanya tasbih dan tasmid; bila sampai kepada doa dan istighfar, lalu berdoa dan meminta ampun; bila sampai kepada ayat azab, lalu meminta perlindungan daripada ALLAH, bila sampai ayat rahmat, lalu meminta dan memohon rahmat dan begitulah seterusnya. Caranya boleh diucapkan dengan lisan atau cukup dalam hati saja.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dari Ibnu Abbas yang maksudnya sebagai berikut:” Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. apabila membaca “sabbi hisma rabbikal a’la. Baginda lalu membaca subha na rabbi a’ladiriwayatkan pula oleh Abu Daud, dari Wa-il bin Hijr yang maksudnya sebagai berikut:” Aku dengar rasulullah membaca surah Al Faatihah, maka Rasulullah sesudah membaca “Waladd dollin” lalu membaca “amiin”
demikian juga disunatkan sujud, bila membaca ayat-ayat sajdah, dan sujud itu dinamakan sujud tilawah.

Ayat ayat sajdah itu terdapat pada 15 tempat, iaitu:
Dalam surah Al A’raaf ayat 206.
Dalam surah Ar Ra’d ayat 15.
Dalam surah An Nahl ayat 50.
Dalam surah Al Israa’ ayat 109.
Dalam surah Maryam ayat 58.
Dalam surah Al Hajj ayat 18 dan ayat 77.
Dalam surah Al Furqan ayat 60.
Dalam surah An Naml ayat 26.
Dalam surah As Sajdah ayat 15.
Dalam surah Shaad ayat 24.
Dalam surah Fushshilat ayat 38.
Dalam surah An-Najm ayat 62.
Dalam surah Al-Insyiqaq ayat 21.
Dalam surah Al-‘Alaq ayat 19

Dalam membaca Al Quran itu, hendaklah benar benar diresapkan erti dan maksudnya, lebih lebih apabila sampai pada ayat yang menggambarkan nasib orang orang yang berdosa, dan bagaimana hebatnya siksaan yang disediakan bagi mereka. Sehubungan dengan itu, menurut riwayat, para sahabat banyak yang mencucurkan air matanya di kala membaca dan mendengar ayat-ayat suci Al-Quran yang menggambarkan betapa nasib yang akan dideritai oleh orang-orang yang berdosa.

Disunatkan membaca Al Quran dengan suara yang bagus lagi merdu, sebab suara yang bagus dan merdu itu menambah keindahan uslubnya Al Quran. Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
Ertinya: “hendaklah kamu sekalian hiasi Al Quran itu dengan suaramu yang merdu!”

Diriwayatkan pada suatu malam Rasulullah s.a.w. menunggu-nunggu isterinya, Siti Aisyah r.a. yang kebetulan agak terlambat datangnya. Setelah ia datang, Rasulullah bertanya kepadanya,” Bagaimanakah keadaanmu?” ‘Aisyah menjawab,”aku terkambat datang, kerana mendengarkan bacaan Al-Quran seseorang yang sangat bagus lagi merdu suaranya. Belum pernah aku mendengar suara sebagus itu.” Maka Rasulullah terus berdiri dan pergi mendengarkan bacaan Al Quran yang dikatakan ‘Aisyah itu. Rasulullah kembali dan mengatakan kepada ‘Aisyah: “orang itu adalah Salim, budak sahaya Abi Huzaifah. Puji-pujian bagi ALLAH yang telah menjadikan orang yang suaranya seperti Salim itu sebagai ummatku.”




Oleh sebab itu, melagukan Al Quran dengan suara yang bagus, adalah disunatkan, asalkan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan tata-cara membaca sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ilmu qiraat dan tajwid. Seperti menjaga madnya, harakatnya (barisnya) idghamnya dan lain-lainnya. Di dalam kitab Zawaidur raudhah, diterangkan bahawa melagukan Al Quran dengan cara bermain-main serta melanggar ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas itu, haram hukumnya; orang yang membacanya dianggap fasiq, juga orang mendengarkannya turut berdosa.

Ketika membaca Al Quran janganlah diputuskan hanya kerana hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan diteruskan samapi ke batas yang telah ditentukan, barulah disudahi. Juga dilarang tertawa-tertawa, bermain-main dan lain-lain yang semacam itu, ketika sedang membaca Al Quran. Sebab pekerjaan yang seperti itu tidak baik dilakukan sewaktu membaca kitab suci dan bererti tidak menghormati kesuciannya.

Itulah di antara adab, tata cara yang terpenting yang harus dijaga dan diperhatikan, sehingga dengan demikian kesucian Al Quran dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya.Wallahu'alam.

Bookmark and Share

0 comments:

Catat Ulasan